halaman

Minggu, 06 November 2011

MAHROM DALAM ISLAM


Mengenal Mahrom Dalam Islam
Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahrom, seperti hukum safar, kholwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain. Ironisnya, masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang tidak memahaminya, bahkan mengucapkan istilahnya saja masih salah, misalkan mereka menyebut dengan “Muhrim” padahal muhrim itu artinya adalah orang yang sedang berihrom untuk haji atau umroh. Dari sinilah, maka kami mengangkat masalah ini agar menjadi bashiroh (pelita) bagi umat. Wallahu Al Muwaffiq.

1. DEFINISI MAHROM
Berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, “Mahrom adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan.” [Al-Mughni 6/555]
Berkata Imam Ibnu Atsir rahimahullah, ” Mahrom adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain”. [An-Nihayah 1/373]
Berkata Syaikh Sholeh Al-Fauzan,” Mahrom wanita adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau dari sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah atau pun anak tirinya”. [Tanbihat 'ala Ahkam Takhtashu bil mu'minat hal; 67]

2.  MACAM-MACAM MAHROM
Dari pengertian di atas, mahrom itu terbagi menjadi dua macam:
Æ  Mahrom Muabbad: Pengharaman untuk selamanya, dimana seorang wanita tidak boleh menjadi istri bagi lelaki sampai kapanpun
Æ  Mahrom Muaqqot: Pengharaman untuk sementara, dimana seorang wanita tidak boleh menikah dengan seorang lelaki dalam keadaan tertentu. Namun jika keadaan telah berubah, maka pengharaman tersebut hilang sehingga ia menjadi halal
Adapun sebab-sebab mahrom muabbad ada tiga, yaitu: Nasab (Keturunan) Mushaharoh (Pernikahan), dan Rodho’ah (Persusuan).

[A]. Mahrom Karena Nasab (Keluarga)
Mahrom dari nasab adalah yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam surat An-Nur 31:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ”Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka.
Para ulama’ tafsir menjelaskan: ”Sesungguhnya lelaki yang merupakan mahrom bagi wanita adalah yang disebutkan dalam ayat ini, mereka adalah:
Æ  Ayah (Bapak-Bapak)
Termasuk dalam katagori ayah (bapak) adalah kakek, baik dari bapak maupun bu. Juga bapak-bapak mereka ke atas. Adapun bapak angkat, maka dia tidak termasuk mahrom berdasarkan firman Allah Ta’ala;
“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu …. “[Al-Ahzab: 4] Dan berkata Imam Muhammad Amin Asy Syinqithi rahimahullah,
Difahami dari firman Allah Ta’ala:
 وَحَلآَئِلُ أَبْنَآئِكُمُ
”Dan istri anak kandungmu …” (QS. An-Nisa: 23).
Bahwa istri anak angkat tidak termasuk diharamkan, dan hal ini ditegaskan oleh Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 4, 37, 40″ [Adlwaul Bayan 1/232]
Æ  Anak Laki-Laki
Termasuk dalam kategori anak laki-laki bagi wanita adalah: cucu, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunan mereka. Adapun anak angkat, maka dia tidak termasuk mahrom berdasarkan keterangan di atas.
Æ  Saudara Laki-Laki, Baik Sekandung, Sebapak Atau Seibu Saja.
Æ  Anak Laki-Laki Saudara (Keponakan)
Baik dari saudara laki-laki maupun perempuan dan anak keturunan mereka. [Lihat Tafsir Qurthubi 12/232-233]
Æ  Paman.
Baik dari bapak ataupun dari ibu. Berkata syaikh Abdul Karim Ziadan;” Tidak disebutkan paman termasuk mahrom dalam ayat ini (An-Nur 31) dikarenakan kedudukan paman sama seperti kedudukan orang tua, bahkan kadang-kadang paman juga disebut sebagai bapak.
Allah berfirman: “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ”Apa yang kamu sembah sepeninggalku”. Mereka menjawab: ”Kami akan menyembah Tuhan-mu dan Tuhan bapak-bapakmu, Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, …”. [Al-Baqarah :133] Sedangkan Ismai’il adalah paman dari putra-putra Ya’qub. [Lihat Al-Mufashal Fi Ahkamil Mar;ah 3/159]
Bahwasannya paman termasuk mahrom adalah pendapat jumhur ulama’. Hanya saja imam Sya’bi dan Ikrimah, keduanya berpendapat bahwa paman bukan termasuk mahrom karena tidak disebutkan dalam ayat (An-Nur 31), juga dikarenakan hukum paman mengikuti hukum anaknya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/267, Tafsir Fathul Qodir 4/24, dan Tafsir Qurthubi 12/155)

[B]. Mahrom Karena Mushoharoh
Pengharaman ini berdasarkan firman Allah:
“Dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka….” [An-Nur 31]
Dan juga firman-Nya:
وَلاَتَنكِحُوا مَانَكَحَ ءَابَآؤُكُم
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu…” [An-Nisa' : 22]
“Diharamkan atas kamu (mengawini) …ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu). [An-Nisa :23]
Adapun mahrom wanita karena mushoharoh ada 5 yakni :
Ä  Suami
Berkata Imam Ibnu Katsir ketika manafsirkan friman Allah Ta’ala surat An Nur 31: “Adapun suami, maka semua ini (bolehnya menampakkan perhiasan, perintah menundukkan pandangan dari orang lain-pent-) memang diperuntukkan baginya. Mka seorang istri berbuat sesuatu untuk  suaminya yang tidak dilakukannya dihadapan orang lain.: [Tafsir Ibnu Katsir 3/267]
Ä  Ayah Mertua (Ayah Suami)
Mencakup ayah suami datu bapak dari ayah dan ibu suami juga bapak-bapak mereka ke atas. [Lihat Tafsir Sa'di hal 515, Tafsir Tahul Qodir 4/24 dan Al-Qurthubi 12/154]
Ä  Anak Tiri (Anak Suami Dari Istri Lain)
Termasuk anak tiri adalah cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun perempuan, begitu juga keturunan mereka [Lihat Tafsir Tahul Qodir 4/24 dan Al-Qurthubi 12/154]
Ä  Ayah Tiri (Suami Ibu Tapi Bukan Bapak Kandungnya)
Maka haram bagi seorang wanita untuk dinikahi oleh ayah tirinya, kalau sudah berjima’ dengan ibunya. Adapun kalau belum maka hal itu dibolehkan [Lihat Tafsir Qurthubi 5/74]
Ä  Menantu Laki-Laki (Suami putri kandung) [Lihat Al Mufashol 3/162]
Dan kemahroman ini terjadi sekedar putrinya di akadkan kepada suaminya. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/417]

[C]. MAHROM KARENA RERSUSUAN
وَأُمَّهَاتُكُمُ الاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
“...Juga ibu-ibu yang menyusui kalian serta saudara-saudara kalian dari persusuan.
(Q.S. An-Nisa: 23)
            Dan sebab-sebab karena mahrom muaqqot ada 4, yaitu:
F Menghimpun dua wanita yang bersaudara
F Istri orang lain dan wanita yang masih dalam iddah
F Istri yang telah ditalaq 3 kali
 فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّى تَنكِحَ زَوْجاً غَيْرَهُ فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّا أَن يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ وَتِلْكَ حُدُودُ الله
“Kemudian jika suami mentalaqnya sesudah talaq yang kedua maka perempuan itu tidak halal baginya hingga dia menikah dengan suami yang lain kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hokum-hukum Allah.” (Q.S. Al-Baqoroh: 230)
F Menikah dengan wanita pezina
الزَّانِي لاَيَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَيَنكِحُهَآ إِلاَّزَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min.” (Q.S. An-Nuur: 3)

3. YANG DIANGGAP MAHROM PADAHAL BUKAN
þ  Ayah dan Anak Angkat.
Hal ini berdasarkan firman Allah :
وَمَاجَعَلَ أَدْعِيَآءَكُمْ أَبْنَآءَكُمْ      
“Dan Alloh tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu”. [Al-Ahzab : 4].
þ  Sepupu (Anak Paman/Bibi).
Hal ini berdasarkan firman Alloh setelah menyebutkan macam-macam orang yang haram dinikahi: “Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian” [An-Nisa': 24]
þ  Saudara Ipar.
Hal ini berdasarkan hadits berikut: "Waspadalah oleh kalian dari masuk kepada para wanita, berkatalah seseorang dari Anshor: "Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)? Rasulullah bersabda: "Al-Hamwu adalah merupakan kematian."
þ  Mahrom Titipan.
Kebiasaan yang sering terjadi, apabila ada seorang wanita ingin bepergian jauh seperti berangkat haji, dia mengangkat seorang lelaki yang `berlakon' sebagai mahrom sementaranya. Ini merupakan musibah yang sangat besar. Bahkan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal. 108) : "Ini termasuk bid'ah yang sangat keji, sebab tidak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari'at. Dan merupakan tangga kemaksiatan".
4. HUKUM WANITA DENGAN MAHROMNYA
ý  Tidak Boleh Menikah
ý  Boleh Menjadi Wali Pernikahan
ý  Tidak Boleh Safar (Bepergian Jauh) Kecuali Dengan Mahromnya
ý   Tidak boleh Kholwat (berdua-duaan) kecuali bersama mahromnya.
ý  Tidak boleh menampakkan perhiasannya kecuali kepada mahrom.
ý  Tidak boleh berjabat tangan kecuali dengan mahromnya
Dari uraian-uraian di atas sangatlah gamblang dan jelas, siapakah yang  berhak  dijadikan mahrom, dan siapakah yang tidak berhak dijadikan mahrom.
Wallahu A’lamu Bis Showab.

            Referensi:
@ Al- Wajiz ’Abdul ’Azhim bin Badwi al- Khalafi
@ Fiqih Wanita
@ Tafsir Wanita                     
@ Majalah  Al-Furqan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar