halaman

Minggu, 06 November 2011

Walimatul Ursy As-Syar'i


Pesta Pernikahan Syar'i

      ”Nikah” adalah suatu fenomena yang tidak asing bagi kita ketika mendengarkan kalimat tersebut. Pasti kita membayangkan adanya wanita dan pria yang akan bersatu dan membentuk sebuah keluarga yang akan meneruskan generasi-generasi seterusnya. Tetapi untuk mencapai atau melaksanakan perbuatan teersebut, pastilah melalui beberapa fase yang harus dilalui. Tanpa fase-fase tersebut, nikah yang kita laksanakan tidak berlandaskan syari’at yang telah ditetapkan. Karena islam telah mengatur semua itu dengan mudah, yang akan menghasilkan sesuatu yang barakah.
      Didalam pernikahan tersebut, ada satu acara yang sangat dianjurkan bagi kita untuk melaksanakannya, yang pasti acara tersebut dilakukan setelah akad nikah dan jauh dari hal yang berbau kemaksiatan. Acara tersebut dinamakan Walimatul ’urs atau pesta pernikahan, yang mana acara itu dilaksanakan dengan berbagai cara menurut masing-masing daerah tertentu, asalkan tidak keluar dari syari’at islam itu boleh dilaksanakan dan dipertahankan. Tetapi jika acara tersebut keluar dari syari’at  islam maka harus ditinggalkan dan jangan dibudayakan. Islam telah mengatur tata cara itu semua agar walimatul ’urs tersebut diridhoi dan diberkahi oleh Allah.
Pengertian nikah
Nikah menurut bahasa artinya penyatuan, percampuran, akad, hubungan badan. Al-Azhari mengatakan: Akar kata nikah dalam ungkapan bahasa arab artinya hubungan badan.
Sedangkan menurut syar’i nikah juga berarti akad. Sedang pengertian hubungan badan hanya merupakan metafora saja. Hujjah dari pendapat ini adalah banyaknya pengertian nikah dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadist sebagai akad. Sebagaimana firman-Nya:
حَتىَّ تَنْكِحَ زَوْجاً غَيْرَهَ
”Sehingga  ia menikah dengan laki-laki lain.”
Menurut Abu Bakar Jabir Al Jazair, nikah adalah akad yang menghalalkan kedua belah pihak (suami dan istri) menikmati pihak satunya.
Setelah kita mengetahui nikah itu sendiri, bagaimana cara kita dalam menempuhnya sesuai dengan syari’at yang tidak mengandung suatu kemungkaran, agar suatu kenikmatan tidak berubah menjadi laknat. Diawali dengan perkenalan antara calon istri dan calon suami hendaknya bukan melalui proses pacaran sebagaimana yang dijalani pemuda pada zaman sekarang ini. Maka syariat yang mulia ini telah memberi solusi atas permasalahan tersebut yakni dengan adanya tuntunan untuk nadzor(melihat) masing-masing calon,disinilah kita bisa mengenal satu dan lainnya, baik dari segi fisik dan karekternya, dengan ditemani mahrom dari pihak wanita., diperbolehkan untuk nazhar bentuk rupa wajah atau fisik wanita yang dipandangnya, meskipun hukum aslinya seorang laki-laki diperintahkan untuk menundukkan dan menjaga pandangannya dari sesuatu yang diharamkan termasuk melihat wanita yang ajnaby dan bukan mahramnya. Namun demi kemaslahatan serta melanggengkan dan menjaga kelangsungan dari pernikahan kelak maka syariat telah memberi kelonggaran dalam hal ini. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi r
عن حابرt قال : قال رسول الله r "اذا خطب احدكم المراة فقدر ان يرى منها بعض ما يدعوه اليها فليفعل..."
“Jika salah seorang diantara kamu ingin meminang seorang wanita maka hendaklah ia melihat kepada wanita tersebut, agar ia menemukan sesuatu yang menarik pada dirinya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan  Baihaqy).
Kemudian apabila disetujui, maka lanjutlah kepada khitbah (meminang).
Akad Nikah:
 Hal-hal yang mesti ada dalam acara pernikahan disyari’atkan dalam sebuah hadist sebagai berikut : ”Tidak sah pernikahan kecuali dengan hadirnya wali (pihak wanita) dan dua orang saksi serta mahar (mas kawin) sedikit maupun banyak.” (HR. Athabarani). Berdasarkan hadist tersebut maka ada beberapa rukun pernikahan diantaranya adalah :
K  Hadirnya wali (pihak wanita)
K  Dua orang saksi
K  Mahar
K  Akad nikah (ijab qabul)
K  Adanya mempelai laki-laki
Sunnah-sunnah setelah akad
Dianjurkan bagi kedua mempelai, untuk melaksanakan sunnah yang telah diajarkan oleh Rosul, setelah akad nikah bagi kedua mempelai. Diantara :
·         Sholat berjama’ah berdua
·         Hendaknya seorang suami, setelah sholat memegang ubun-ubun istri, dengan do’a:
اللَّهُمَّ إَنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هاَ وَخَيْرِماَ جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّهاَ وَشَرِّماَ جَبَلْتَهاَ عَلَيْهِ
Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu kebaikan dan kebaikan wataknya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kejahatannya dan kejahatan wataknya”( HR. Al Bukhori)
·            Hendaknya menemui masing-masing tamu undangan

Apa sih walimatul ‘urs dan bagaimana hukumnya ? 
Islam melarang umatnya untuk mengadakan akad nikah secara diam-diam, seperti yang diperintahkan Nabi kepada Abdurrahman bin Auf dan berdasarkan hadits yang dibawakan Buraidah Ibnul Khashif, katanya : "Ketika Ali bin Abi Thalib meminang Fatimah (binti Muhammad Rasulullah) r.a, maka Rasulullah r bersabda: "Perkawinan (dalam riwayat lain kedua mempelai) harus mengadakan pesta perkawinan (walimah). Selanjutnya Sa'ad berkata : Saya akan menyumbang seekor kambing.Yang lain menyahut:"Saya akan menyumbangkan gandum sekian..sekian". Dalam riwayat lain:"Maka terkumpullah dari kelompok kaum Anshor sekian gandum." (Riwayat Ahmad dan Thabrani).
Jadi walimatul ’urs adalah pengumuman atau resepsi atau pesta pernikahan yang diselenggarakan ketika akad nikah sudah selesai dilaksanakan. Dan walimatul ‘urs ini sangat dianjurkan..
Resepsi yang dimaksud disini bukan dalam arti pesta pora dan bermewah-mewahan, namun pesta yang dimaksudkan adalah pesta dimana menghidangkan makanan untuk tamu-tamu yang datang dengan hidangan yang sesuai dengan kemampuan, walau hanya sekedar memotong 1 ekor kambing (mungkin kalau Indonesia bisa dikategorikan 1 ekor ayam) dan bahkan kalau dilihat dari hadist di atas, para tetangga boleh memberikan sumbangan makanan. Dan yang lebih diutamakan disana diundang juga orang-orang miskin, bahkan dalam satu riwayat disunahkan adanya anak yatim yang juga turut diundang.
Adab-adab dalam walimatul ‘urs
1. Bagi pengantin (wanita) dan tamu undangannya tidak diperkenankan untuk tabaruj. Memamerkan perhiasan dan berdandan berlebihan. Cukup sekedarnya saja yang penting rapi dan bersih. Dan harus tetap menutup aurat.
2. Tidak adanya ikhtilat (campur baur) antara ikhwan dan akhwat. Hendaknya tempat untuk tamu undangan dipisah antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dimaksudkan agar pandangan terpelihara, mengingat ketika menghadiri pesta semacam ini biasanya tamu undangan berdandannya beda dan tak jarang pula yang melebihi pengantinnya.
3. Disunahkan untuk mengundang orang miskin & anak yatim bukan hanya orang kaya saja yang diundang.
Rasulullah bersabda : “Makanan yang paling buruk adalah makanan dalam walimah dimana orang-orang kaya diundang makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Baihaqi).
4. Tidak berlebih-lebihan dalam mengeluarkan harta juga makanan, sehingga banyak yang mubazir.
5. Boleh mengadakan hiburan berupa nasyid dari rebana dan yang tidak merusak akidah umat islam
6. Mendo’akan kedua mempelai.
            Mendo’akan kedua mempelai dengan do’a yang telah diajarkan oleh Rosulullah, yaitu:
باَرَكَ اللهُ لَكَ وَباَرَكَ اللهُ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُماَ فِي خَيْرٍ
“ Semoga Allah memberi barokah padamu dan semoga Allah memberi barokah atasmu, dan semoga Allah menghimpun kalian berdua dalam kebaikan.”
7. Menghindari berjabat tangan yang bukan muhrimnya
Telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat kita bahwa tamu pria menjabat tangan mempelai wanita, begitu pula sebaliknya.
8. Menghindari syirik dan khurafat
Oleh karena walimah merupakan ibadah, maka kita harus menghindari perbuatan perbuatan yang mengarah pada syirik dan khurafat. Dalam masyarakat kita, terdapat banyak kebiasaan dan adat istiadat yang dilandasi oleh kepercayaan terhadap selain Allah seperti percaya kepada dukun, memasang sesajen, dll.
مَنْ أَتىَ عرَافاً أوْ كاهناً فَصَدَّقه بِماَ يقوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِماَ أَنْزَلَ عَلىَ مُحَمّدٍ صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ
“Barang siapa yang mendatangi dukun atau peramal dan percaya kepada ucapannya maka ia telah mengkufuri apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Muhammad Saw.” (HR. Abu Daud).
Begitu pula seorang muslim selayaknya tidak percaya kepada perhitungan hari baik dan hari buruk. “Barang siapa membatalkan maksud keperluan karena ramalan dari mujur sial, maka ia telah syirik kepada Allah. “ (HR. Ahmad).
Seorang Muslim seharusnya bertawakkal kepada Allah dan percaya bahwa taqdir baik dan taqdir buruk merupakan ketentuan dari Allah. karena yang mampu mendatangkan manfaat dan mudhorat hanya Allah.
Tujuan Walimatul ’Urs
·         Mengungkap rasa syukur kita kepada Allah.
Dengan mengungkapkan rasa syukur dan kegembiraannya itu dengan mengundang tetangga, teman, dan sanak famili,baik dari kalangan miskin maupun kaya. Yang terpenting dari itu semua adalah diperolehnya do’a-do’a selamat dari orang yang diundang. Tentunya kita mengundang orang-orang sholih. Karena Rosulullah bersabda yang artinya” Janganlah engkau bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang bertaqwa”( HR. Abu Daud, At Tirmidzi)
·         Menyiarkan keterikatan dua mempelai dalam satu akad suci, pernikahan.
Dengan mengabarkan kepada masyarakat bahwa, kedua mempelai tersebut telah halal dan resmi menjadi suami istri dengan akad yang suci. Yang nantinya tidak menimbulkan fitnah dikalangan masyarakat.
·         Melaksanakan sunnah Rosulullah r sebagaimana sabdanya” ....adakanlah walimah sekalipun dengan seekor kambing”
Begitulah prosesi pesta pernikahan yang sesuai dengan syar’i semoga kita dapat merealisasikannya dan menjauhi berbagai kemungkaran dalam prosesi ini. Karena banyak realita sekarang yang terjadi, dalam acara tersebut diikutsertakan suatu kemungkaran di dalamnya yang beralasan ”acara ini hanya sekali seumur hidup”. Inilah subhat yang harus kita jauhkan.Maka wajib bagi kita untuk menghindari sejauh mungkin, hal-hal yang dapat menjauhkan kita dari keberkahan Allah, kemurkaan-Nya, ketika melaksanakan acara pernikahan tersebut. Wal’iyadzubillah    




Reference:
  *Minhajul Muslim, Abu BakarJabir Al-Jazairs
  *Fatwa-fatwa Tentang Wanita,
  *Fiqh Wanita, Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah

HUKUM SEPUTAR KHITBAH

A. Makna Khitbah
            Adalah seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, kadang dengan terang-terangan atau dengan sindiran.
            Khitbah adalah wasilah awal menuju sebuah pernikahan

B. Hukum Khitbah
Khitbah atau meminang bukanlah termasuk syarat sahnya sebuah pernikahan, walaupun pernikahan dilaksanakan tanpa adanya khitbah maka pernikahan tetap sah. Akan tetapi jika didahului dengan khitbah maka diperbolehkan, sebagaimana firman Allah SWT
 وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَآءِ... ( البقرة : 235 )
            " Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu…"
Adapun para fuqoha’  menghukumi khitbah dengan beberapa hal diantaranya:
1.                                                         Disunnahkan    :Jika seorang peminang mempunyai kemampuan untuk menikah akan tetapi dia masih bisa menjaga diri darinya.
2.                                                           Dibenci                         : Jika hukum nikahnya makruh karena khitbah merupakan wasilah menuju pernikahan.  
3.                                                           Diharamkan      : Meminang seorang wanita yang sudah menikah, seorang   wanita yang telah ditalak roj’I, sebelum selesai masa iddahnya karena dia masih dalam hukum pernikahan. Begitu juga diharamkan meminang seorang wanita jika sang peminang telah mempunyai empat istri.
4.         Diwajibkan      :  Jika dengan khitbah tidak bisa menjaga dirinya.
5.                                                           Dihalalkannya  : Ketika seorang wanita belum ada yang meminang dan tidak ada penghalang lagi untuk mengkhitbahnya.

C. Wanita-wanita yang tidak boleh di Khitbah
Ø   Wanita-wanita yang diharamkan
Ø   Wanita dalam masa ‘iddah
1.   Mu’taddah karena kematian suami. ( QS: Al Baqoroh : 235 )
2.      Mu’taddah karena talak raj’iy. ( QS.Al Baqoroh : 232 )
3.      Mu’taddah karena thalak ba’in
4.      Mu’taddah karena pernikahan yang fasad.
Ø     Wanita yang sudah dipinang.

D. Batas Haramnya Meminang Pinangan Orang Lain.
          Batas haramnya meminang pinangan orang lain jika telah telah memenuhi beberapa syarat diantaranya:
1.    Jika pinangan pertama sudah sah.
2.    Jika pinangan pertama sudah diterima dan diketahui oleh kedua orang tua.
3.    Peminang pertama belum meninggalkan pinangannya dan tidak mengizinkan orang kedua meminang pinangannya.

E. Akadnya wanita yang sudah dikhitbah orang lain.
1.    Akadnya rusak dan bathil ( imam malik, ahmad dan daud )
2.    Akadnya dihukumi dosa dan termasuk kemaksiatan, akan tetapi akadnya shohih. ( madzhab jumhur Abi Hanifah, Imam Syafi’i,  )

F. Hukum Wanita Meminang Laki-laki
          Syari’at membolehkan wanita meminang laki-laki untuk menjadi suaminya. Sebagaimana sebuah kisah seorang wanita meminta laki-laki agar mau menikahinya.
            ” Ada seorang wanita menemui Rasulullah SAW lalu berkata : aku datang untuk menyerahkan diriku kepada engkau. Tetapi beliau tidak berkenan menikahinya.”
            Meskipun Rasulullah SAW tidak berkenan menikahinya, namun beliau tidak mengingkari perbuatannya.
            Dari Anas r.a berkata : bahwasannya Seorang perempuan datang kepada Nabi SAW menawarkan dirinya untuk dinikahi dan berkata: ” Wahai Rosululloh apakah Engkau Menghendakiku ?, maka anak perempuan Anas berkata : ” Sungguh sangat sedikit rasa malunya.” maka Anas r.a berkata: ”Dia lebih baik darimu, dia menyukahi Nabi SAW dan menawarkan dirinya kepada beliau.”( HR. Bukhori )

G. Wanita Meminang Laki-laki yang Telah meminang wanita lain
          Hal ini dijawab oleh Al Hafidz ibnu Hajar Rahimahullah dalam kitab Al Fath tentang penjelasan hadits: لا يخطب أحدكم على خطبة أخيه dengan perkataannya, bahwa dalil-dalil yang menerangkan bahwa diharamkannya meminang wanita yang sudah dipinang orang lain berlaku juga pada wanita. Karena dalam masalah hukum, wanita diikutkan kepada laki-laki.
 Apabila ada wanita yang meminang laki-laki yang telah meminang wanita lain, maka harus dirinci, apakah wanita yang dipinang akan menjadi istri keempat atau laki-laki tadi tidak mau menikah kecuali satu. Jika wanita yang di pinang akan menjadi istri keempat, maka haram hukumnya seorang wanita meminang laki-laki tersebut. 

H. Hal-hal yang Dibolehkan dalam Khitbah
  1. Meminta Petunjuk Tentang Kepribadiannya.
قال النبي r  لفاطمة بنت قيس لما استشارته:
((أما أبو جهم فلا يضع عصاه عن عاتقه، وأما معاوية فصعلوك لا مال له)).
  1. Menyebutkan Aib.
  2. Memberi Hadiah.
  3. Berbicara atau ngobrol dengan peminang
  4. Sholat Istikhoroh.

I. Hal-hal yang Dilarang Dalam Khitbah
  1. Berkholwat dengan wanita yang di pinang.
  2. Berjabat tangan, memegang tangan, atau memegang yang lain walau aman dari fitnah.
أخرجه الطبراني في الكبير عن معقل بن يسار أن رسول الله r قال:
" لأن يطعن في رأس أحدكم بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحلُّ له".
Dari Muaqqol bin yasar bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Bahwasannya menancapkan besi di kepala salah seorang kalian lebih baik dari pada memegang wanita yang tidak halal baginya.” ( HR. Ath Thobroni )


J. Hukum Menarik Kembali Pinangan.
          Perlu diketahui bahwasannya khitbah bukanlah sebuah akad, khitbah adalah perjanjian untuk menikah jadi tidak mengapa jika wanita yang dipinang atau peminang membatalkan  pinangan, apabila ada maslahat yang baik untuk keduanya, dan orang yang membatalkan pinangan tidak dikenai denda apapun. Kecuali jika pembatalan tanpa ada alasan atau tujuan yang benar, maka hukumnya makruh. Karena membatalkan pinangan sama artinya dengan mengingkari janji.
            Diriwayatkan dari Abu Huroiroh r.a bahwasannya Rosululloh SAW bersabda : ” Tanda kemunafikan ada tiga : apabila berbicara berbohong, apabila dipercaya khianat, apabila berjanji mengingkari.” ( HR. Bukhori Muslim )
            Hadits diatas adalah dalil atas kewajiban seorang muslim menepati janji.

K. Menarik Hadiah yang Telah Diberikan, Jika pinangan dibatalkan.
            Fuqoha’ madzhab Hanafiyah menjelaskan bahwa seorang peminag tidak boleh meminta ganti rugi atas kekurangan barang yang telah diberikan. Hadiah yang diberikan kepada wanita yang dipinang lalu di batalkan, ulama’ berbeda pendapat tentangnya :
  1. Madzhab Hanafiyah
Menurut madzhab hanafiyah hadiah yang diberikan kepada wanita yang dipinang jika masih dalam keadaan utuh, maka peminang boleh menariknya kembali. Namun jika rusak maka tidak boleh meminta ganti rugi.
  1. Madzhab Malikiyah
Ulama’ ini berbeda pendapat tentang hukum menarik hadiah jika pinangan dibatalkan diantaranya :
Ø Jika yang membatalkan dari pihak wanita yang dipinang, maka peminang boleh menarik hadiah tersebut.
Ø Jika yang membatalkan dari pihak peminang, maka tidak ada hak bagi peminang menarik hadiahnya kembali.
 لما أخرجه البخاري ومسلم أن النبي r قال:
((ليس لنا مثل السوء الذي يعود في هبته كالكلب يرجع في قيئه)).
” Bahwasannya Rosulullah SAW bersabda: ” Bukanlah dari Golongan kami permisalan orang yang mengambil kembali hadiah yang diberikan seperti anjing yang menjilat muntahannya.” ( HR. Bukhori Muslim )
  1. Madzhab Safi’iyah
Jika diberikannya hadiah dengan maksud agar wanita mau dinikahinya, maka baginya boleh menarik kembali hadiahnya, baik yang membatalkan pinangan pihak wanita atau dari peminang.
  1. Madzhab Hanabilah
Jika keluarga wanita talah berjanji untuk menikahkannyadengan anak perempuannya, lalu tidak menepati janji tersebut, maka bagi peminang boleh menarik kembali hadiah yang telah diberikan. Tetapi jika batalnya pinangan karena wanita yang dipinang meninggal, maka peminang tidak boleh menarik hadiah tersebut.
            Hal-hal diatas adalah gambaran sekilas tentang khitbah atau pinangan, semoga  bermanfaat bagi kita semua.

* Referensi
q Fiqhun Nisa’ jilid 3
q Nailul Author ( 6/131 )
q Fiqh Wanita Muslimah, Dr. Muhammad Raf’at Utsman.

MAHROM DALAM ISLAM


Mengenal Mahrom Dalam Islam
Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahrom, seperti hukum safar, kholwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain. Ironisnya, masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang tidak memahaminya, bahkan mengucapkan istilahnya saja masih salah, misalkan mereka menyebut dengan “Muhrim” padahal muhrim itu artinya adalah orang yang sedang berihrom untuk haji atau umroh. Dari sinilah, maka kami mengangkat masalah ini agar menjadi bashiroh (pelita) bagi umat. Wallahu Al Muwaffiq.

1. DEFINISI MAHROM
Berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, “Mahrom adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan.” [Al-Mughni 6/555]
Berkata Imam Ibnu Atsir rahimahullah, ” Mahrom adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain”. [An-Nihayah 1/373]
Berkata Syaikh Sholeh Al-Fauzan,” Mahrom wanita adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau dari sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah atau pun anak tirinya”. [Tanbihat 'ala Ahkam Takhtashu bil mu'minat hal; 67]

2.  MACAM-MACAM MAHROM
Dari pengertian di atas, mahrom itu terbagi menjadi dua macam:
Æ  Mahrom Muabbad: Pengharaman untuk selamanya, dimana seorang wanita tidak boleh menjadi istri bagi lelaki sampai kapanpun
Æ  Mahrom Muaqqot: Pengharaman untuk sementara, dimana seorang wanita tidak boleh menikah dengan seorang lelaki dalam keadaan tertentu. Namun jika keadaan telah berubah, maka pengharaman tersebut hilang sehingga ia menjadi halal
Adapun sebab-sebab mahrom muabbad ada tiga, yaitu: Nasab (Keturunan) Mushaharoh (Pernikahan), dan Rodho’ah (Persusuan).

[A]. Mahrom Karena Nasab (Keluarga)
Mahrom dari nasab adalah yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam surat An-Nur 31:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ”Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka.
Para ulama’ tafsir menjelaskan: ”Sesungguhnya lelaki yang merupakan mahrom bagi wanita adalah yang disebutkan dalam ayat ini, mereka adalah:
Æ  Ayah (Bapak-Bapak)
Termasuk dalam katagori ayah (bapak) adalah kakek, baik dari bapak maupun bu. Juga bapak-bapak mereka ke atas. Adapun bapak angkat, maka dia tidak termasuk mahrom berdasarkan firman Allah Ta’ala;
“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu …. “[Al-Ahzab: 4] Dan berkata Imam Muhammad Amin Asy Syinqithi rahimahullah,
Difahami dari firman Allah Ta’ala:
 وَحَلآَئِلُ أَبْنَآئِكُمُ
”Dan istri anak kandungmu …” (QS. An-Nisa: 23).
Bahwa istri anak angkat tidak termasuk diharamkan, dan hal ini ditegaskan oleh Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 4, 37, 40″ [Adlwaul Bayan 1/232]
Æ  Anak Laki-Laki
Termasuk dalam kategori anak laki-laki bagi wanita adalah: cucu, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunan mereka. Adapun anak angkat, maka dia tidak termasuk mahrom berdasarkan keterangan di atas.
Æ  Saudara Laki-Laki, Baik Sekandung, Sebapak Atau Seibu Saja.
Æ  Anak Laki-Laki Saudara (Keponakan)
Baik dari saudara laki-laki maupun perempuan dan anak keturunan mereka. [Lihat Tafsir Qurthubi 12/232-233]
Æ  Paman.
Baik dari bapak ataupun dari ibu. Berkata syaikh Abdul Karim Ziadan;” Tidak disebutkan paman termasuk mahrom dalam ayat ini (An-Nur 31) dikarenakan kedudukan paman sama seperti kedudukan orang tua, bahkan kadang-kadang paman juga disebut sebagai bapak.
Allah berfirman: “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ”Apa yang kamu sembah sepeninggalku”. Mereka menjawab: ”Kami akan menyembah Tuhan-mu dan Tuhan bapak-bapakmu, Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, …”. [Al-Baqarah :133] Sedangkan Ismai’il adalah paman dari putra-putra Ya’qub. [Lihat Al-Mufashal Fi Ahkamil Mar;ah 3/159]
Bahwasannya paman termasuk mahrom adalah pendapat jumhur ulama’. Hanya saja imam Sya’bi dan Ikrimah, keduanya berpendapat bahwa paman bukan termasuk mahrom karena tidak disebutkan dalam ayat (An-Nur 31), juga dikarenakan hukum paman mengikuti hukum anaknya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/267, Tafsir Fathul Qodir 4/24, dan Tafsir Qurthubi 12/155)

[B]. Mahrom Karena Mushoharoh
Pengharaman ini berdasarkan firman Allah:
“Dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka….” [An-Nur 31]
Dan juga firman-Nya:
وَلاَتَنكِحُوا مَانَكَحَ ءَابَآؤُكُم
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu…” [An-Nisa' : 22]
“Diharamkan atas kamu (mengawini) …ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu). [An-Nisa :23]
Adapun mahrom wanita karena mushoharoh ada 5 yakni :
Ä  Suami
Berkata Imam Ibnu Katsir ketika manafsirkan friman Allah Ta’ala surat An Nur 31: “Adapun suami, maka semua ini (bolehnya menampakkan perhiasan, perintah menundukkan pandangan dari orang lain-pent-) memang diperuntukkan baginya. Mka seorang istri berbuat sesuatu untuk  suaminya yang tidak dilakukannya dihadapan orang lain.: [Tafsir Ibnu Katsir 3/267]
Ä  Ayah Mertua (Ayah Suami)
Mencakup ayah suami datu bapak dari ayah dan ibu suami juga bapak-bapak mereka ke atas. [Lihat Tafsir Sa'di hal 515, Tafsir Tahul Qodir 4/24 dan Al-Qurthubi 12/154]
Ä  Anak Tiri (Anak Suami Dari Istri Lain)
Termasuk anak tiri adalah cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun perempuan, begitu juga keturunan mereka [Lihat Tafsir Tahul Qodir 4/24 dan Al-Qurthubi 12/154]
Ä  Ayah Tiri (Suami Ibu Tapi Bukan Bapak Kandungnya)
Maka haram bagi seorang wanita untuk dinikahi oleh ayah tirinya, kalau sudah berjima’ dengan ibunya. Adapun kalau belum maka hal itu dibolehkan [Lihat Tafsir Qurthubi 5/74]
Ä  Menantu Laki-Laki (Suami putri kandung) [Lihat Al Mufashol 3/162]
Dan kemahroman ini terjadi sekedar putrinya di akadkan kepada suaminya. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/417]

[C]. MAHROM KARENA RERSUSUAN
وَأُمَّهَاتُكُمُ الاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
“...Juga ibu-ibu yang menyusui kalian serta saudara-saudara kalian dari persusuan.
(Q.S. An-Nisa: 23)
            Dan sebab-sebab karena mahrom muaqqot ada 4, yaitu:
F Menghimpun dua wanita yang bersaudara
F Istri orang lain dan wanita yang masih dalam iddah
F Istri yang telah ditalaq 3 kali
 فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّى تَنكِحَ زَوْجاً غَيْرَهُ فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّا أَن يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ وَتِلْكَ حُدُودُ الله
“Kemudian jika suami mentalaqnya sesudah talaq yang kedua maka perempuan itu tidak halal baginya hingga dia menikah dengan suami yang lain kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hokum-hukum Allah.” (Q.S. Al-Baqoroh: 230)
F Menikah dengan wanita pezina
الزَّانِي لاَيَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَيَنكِحُهَآ إِلاَّزَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min.” (Q.S. An-Nuur: 3)

3. YANG DIANGGAP MAHROM PADAHAL BUKAN
þ  Ayah dan Anak Angkat.
Hal ini berdasarkan firman Allah :
وَمَاجَعَلَ أَدْعِيَآءَكُمْ أَبْنَآءَكُمْ      
“Dan Alloh tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu”. [Al-Ahzab : 4].
þ  Sepupu (Anak Paman/Bibi).
Hal ini berdasarkan firman Alloh setelah menyebutkan macam-macam orang yang haram dinikahi: “Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian” [An-Nisa': 24]
þ  Saudara Ipar.
Hal ini berdasarkan hadits berikut: "Waspadalah oleh kalian dari masuk kepada para wanita, berkatalah seseorang dari Anshor: "Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)? Rasulullah bersabda: "Al-Hamwu adalah merupakan kematian."
þ  Mahrom Titipan.
Kebiasaan yang sering terjadi, apabila ada seorang wanita ingin bepergian jauh seperti berangkat haji, dia mengangkat seorang lelaki yang `berlakon' sebagai mahrom sementaranya. Ini merupakan musibah yang sangat besar. Bahkan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal. 108) : "Ini termasuk bid'ah yang sangat keji, sebab tidak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari'at. Dan merupakan tangga kemaksiatan".
4. HUKUM WANITA DENGAN MAHROMNYA
ý  Tidak Boleh Menikah
ý  Boleh Menjadi Wali Pernikahan
ý  Tidak Boleh Safar (Bepergian Jauh) Kecuali Dengan Mahromnya
ý   Tidak boleh Kholwat (berdua-duaan) kecuali bersama mahromnya.
ý  Tidak boleh menampakkan perhiasannya kecuali kepada mahrom.
ý  Tidak boleh berjabat tangan kecuali dengan mahromnya
Dari uraian-uraian di atas sangatlah gamblang dan jelas, siapakah yang  berhak  dijadikan mahrom, dan siapakah yang tidak berhak dijadikan mahrom.
Wallahu A’lamu Bis Showab.

            Referensi:
@ Al- Wajiz ’Abdul ’Azhim bin Badwi al- Khalafi
@ Fiqih Wanita
@ Tafsir Wanita                     
@ Majalah  Al-Furqan